Pendawa || Ngawi – Integritas Pemerintahan Desa Tirak, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi, terkoyak. Proses penjaringan perangkat desa diwarnai kejanggalan yang menusuk akal sehat publik.
Pasalnya, Rizky Sepahadin, putra kandung Kepala Desa Suprapto, yang merupakan mantan narapidana kasus narkoba dengan vonis 4 tahun penjara lolos administrasi mencalonkan perangkat Desa setempat
Keberanian panitia seleksi meloloskan administrasi calon bermasalah ini tentu menguak dugaan kolusi terselubung yang diduga melibatkan tiga pilar kekuasaan, Kepala Desa, Panitia Penjaringan, dan Camat.
Kepala Desa Tirak, yang merupakan ayah dari Rizky Sepahadin, menjadi sorotan utama. Tindakannya mengizinkan, bahkan diduga memfasilitasi putranya yang memiliki rekam jejak kriminal adalah pukulan telak terhadap moralitas desa.
“Ini bukan lagi desa, tapi dinasti berkedok demokrasi,” tegas seorang sumber lokal yang enggan disebutkan namanya
Apakah desa sudah tidak punya pemuda berintegritas lain? Ini jelas menunjukkan Kepala Desa menggunakan kekuasaan untuk membersihkan nama dan menempatkan ahli warisnya.
“mengabaikan fakta bahwa jabatan perangkat desa harus diisi oleh sosok yang benar-benar ‘berkelakuan baik’ sesuai tuntutan undang-undang” cetus warga setempat
Kritik tajam diarahkan kepada Ketua dan Anggota Panitia Penjaringan Perangkat Desa. Tugas inti mereka adalah memastikan semua calon memenuhi persyaratan administrasi dan moral.
Termasuk ketentuan bahwa mantan napi tidak boleh terjerat kasus pidana dengan ancaman di atas 5 tahun, serta kewajiban pengumuman publik yang transparan.
Dan syarat untuk menjadi Perangkat Desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (dan perubahannya, serta peraturan pelaksanaannya), yang kemudian diatur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbup) Ngawi.
Dalam hal ini, Panitia dinilai telah bertindak sebagai alat stempel yang melegitimasi kepentingan Kepala Desa. Dengan meloloskan Rizky, Panitia secara de facto telah meruntuhkan kredibilitasnya sendiri dan mengkhianati amanah warga. Dan tentunya hal ini sudah berpotensi memiliki konsekuensi hukum yang fatal.
Masyarakat bertanya, Apakah Panitia tidak mampu membaca putusan pengadilan, atau justru sengaja buta demi melayani atasan? Sikap bungkam Panitia dalam menghadapi protes warga hanya memperkuat dugaan adanya permainan di meja belakang.
Indikasi pembiaran dan pengabaian paling memprihatinkan datang dari level di atas desa: Camat Kwadungan. Camat adalah perpanjangan tangan Bupati, bertugas melakukan pengawasan dan memberikan rekomendasi terhadap proses seleksi di tingkat desa.
Lolosnya mantan narapidana narkoba, yang notabene anak Kepala Desa, menunjukkan bahwa Camat Kwadungan gagal total dalam menjalankan fungsi pengawasan dan verifikasi.
Kendati demikian, Didik selaku Camat Kwadungan ketika dikonfirmasi wartawan terkesan enggan membeberkan terkait permasalahan yang menjadi gunjingan warga ataupun publik tersebut.
Mengapa Camat diam.? Ini skandal besar yang seharusnya langsung dihentikan di tingkat Kecamatan. Camat seolah ‘tutup mata’ terhadap pelanggaran integritas.
Kami mendesak Bupati Ngawi segera mengevaluasi kinerja Camat Kwadungan, karena pembiaran ini mengindikasikan adanya rantai permisifitas dari bawah hingga ke atas.
Jika persyaratan hukum benar-benar dilanggar, lolosnya Rizky Sepahadin harus menjadi titik nol bagi penegakan hukum di Ngawi. Pemerintah Kabupaten harus segera membatalkan hasil administrasi ini dan melakukan audit menyeluruh.
Sebab kegagalan menindak tegas kasus ini akan menjadi preseden buruk, bahwa di Ngawi, jabatan publik bisa dibeli, dan integritas tak lebih dari sekadar aksesoris administrasi.(tim)
