Dituduh Melakukan Pengeroyokan 4 Warga Sukodono Diduga Diperas Oknum Perangkat Desa Kedungbanteng

Screenshot 20251111 0942302

Pendawa ||Malang – Empat warga Desa Sukodono, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, berinisial D, S, N, dan C, mengaku menjadi korban dugaan intimidasi usai dituduh melakukan penganiayaan terhadap warga Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sumbermanjing Wetan (Sumawe), saat menyaksikan karnaval Desa Sidoasri, pada awal September 2025 lalu.

Peristiwa bermula saat keempat warga tersebut hanya berniat melerai keributan di tengah kerumunan penonton karnaval. “Waktu itu kami melihat teman kami seperti mau berkelahi, kami spontan melerai. Saya tidak memukul siapa pun,” ujar inisial D kepada awak media.

Namun, sehari kemudian, mereka dipanggil ke rumah salah satu kepala dusun di Desa Sukodono dan diminta menandatangani surat pengakuan penganiayaan disertai kesepakatan membayar ganti rugi sebesar Rp14 juta kepada pihak yang mengaku korban.

“Kami warga biasa, tidak tahu hukum. Kami tanda tangan karena takut dilaporkan ke polisi,” tutur salah satu dari mereka dengan nada kecewa.

Mereka mengaku tekanan akan di laporkan ke polisi, kami menandatangani surat bermaterai tersebut, meski tidak merasa melakukan penganiayaan. Lebih parah lagi, mereka kemudian terus mendapat tagihan dan tekanan untuk segera membayar uang ganti rugi.

“Pernah kami mau kasih sebagian uang, tapi ditolak, Katanya harus lengkap Rp14 juta, kalau tidak, kasusnya akan dinaikkan ke polisi,” sambungnya.

Kasi Pemerintahan Mengaku Hanya Menjembatani
Kasi Pemerintahan Desa Kedungbanteng saat dikonfirmasi mengakui adanya kesepakatan tersebut, Ia menyebut angka Rp14 juta merupakan permintaan pihak korban, bukan keputusan resmi lembaga hukum.

“Saya hanya menjembatani. Kalau tidak mau bayar, nanti biar Polsek yang memediasi,” ujarnya di kantor desa.

Namun, pihak Polsek Sumbermanjing Wetan membantah adanya koordinasi resmi terkait kasus ini. Seorang anggota bhabinkamtibmas menegaskan tidak memiliki kewenangan menangani perkara pidana.

“Pak Kasi cuma cerita, saya sarankan langsung ke Kanit Reskrim. Tidak ada konsultasi resmi ke Polsek,” tegasnya.

Ada dugaan Kriminalisasi dan Intimidasi
Menurut Kasi Pem, itu adalah permintaan korban. Namun, menurut terduga pelaku, itu adalah harga yang harus dibayar agar kasus tidak dinaikkan ke kepolisian, meski memar korban tidak seberapa.

Dari hasil penelusuran media, muncul dugaan pelanggaran hak asasi warga dan tindakan di luar prosedur hukum. Praktik pemaksaan tanda tangan dan ancaman pelaporan pidana untuk memaksa pembayaran ganti rugi berpotensi melanggar hukum pidana dan hak warga negara.

Menurut Pasal 335 KUHP, tindakan yang bersifat “memaksa dengan ancaman” termasuk bentuk perbuatan tidak menyenangkan atau intimidasi yang dapat dijerat hukum.
Sementara Pasal 368 KUHP menegaskan, pemaksaan pembayaran disertai ancaman laporan polisi dapat dikategorikan sebagai pemerasan.

Selain itu, tindakan memaksa warga mengakui kesalahan tanpa bukti kuat juga bertentangan dengan prinsip dalam Pasal 66 KUHAP yang menyatakan bahwa “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.”
Artinya, tidak boleh ada paksaan untuk mengakui perbuatan pidana tanpa penyelidikan dan pembuktian hukum yang sah.

Melanggar Hak Asasi dan Etika Pemerintahan Desa
Praktik semacam ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terutama:

Pasal 9 ayat (1): “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.”

Pasal 17: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.”

Pasal 18: “Tidak seorang pun dapat dipaksa untuk mengakui sesuatu perbuatan yang tidak dilakukannya.”

Tindakan oknum perangkat desa yang diduga menggunakan kewenangan untuk menekan warga berpotensi melanggar etika jabatan dan prinsip tata kelola pemerintahan desa sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan bahwa kepala desa dan perangkat wajib menjunjung tinggi asas keadilan, keterbukaan, serta perlindungan terhadap warga.

Desakan Publik: Inspektorat dan Aparat Hukum Harus Turun
Publik menyesalkan terjadinya praktik yang terkesan seperti kriminalisasi terhadap warga desa kecil, apalagi disertai ancaman mengatasnamakan aparat kepolisian.
“Kalau memang belum jelas pelakunya, jangan ada tekanan. Itu bukan penyelesaian kekeluargaan, tapi pemaksaan sepihak,

Masyarakat mendesak Inspektorat Kabupaten Malang, Polres Malang, dan Dewan Pembina Kecamatan untuk turun tangan mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang ini.

“Keadilan desa tidak boleh diganti dengan tekanan dan surat bermaterai.

Analisis Hukum Singkat
Pemaksaan tanda tangan dan ancaman laporan pidana → melanggar Pasal 335 KUHP (intimidasi) dan Pasal 368 KUHP (pemerasan).

Surat pernyataan di bawah tekanan → tidak sah secara hukum (Pasal 1321 KUHPerdata: perjanjian di bawah tekanan atau ancaman batal demi hukum).

Perangkat desa menekan warga → melanggar UU 6/2014 tentang Desa Pasal 26 ayat (4) huruf c dan d (kepala desa wajib melindungi dan mengayomi masyarakat). (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp
URL has been copied successfully!