Pendawa || Ngawi – Pengadilan Negeri (PN) Ngawi hari ini menjatuhkan putusan pidana terhadap seorang kiai pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, yang terbukti melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap salah seorang santri laki-lakinya. Terdakwa berinisial AUR (53) divonis pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp.1 miliar, dengan subsidair pidana kurungan tambahan 4 bulan jika denda tidak dibayar.
Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim PN Ngawi dalam sidang terbuka untuk umum pada Kamis (11/9/2025) siang, memasuki tahap akhir proses persidangan yang telah berlangsung sejak Maret lalu. Vonis tersebut lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta hukuman 10 tahun penjara berdasarkan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Korban dalam kasus ini adalah seorang santri laki-laki berinisial MUU (18 th), yang saat kejadian masih berstatus anak di bawah umur.
Menurut keterangan saksi dan bukti yang diajukan selama persidangan, perbuatan asusila tersebut terjadi berulang kali di lingkungan pondok pesantren di Kecamatan Mantingan, Ngawi. Keluarga korban melaporkan kasus ini ke Polres Ngawi pada akhir Maret 2025, yang kemudian menjerat terdakwa sebagai tersangka.
Pihak kepolisian mengonfirmasi bahwa AUR diamankan setelah dua keluarga santri membongkar perilaku menyimpangnya.
Majelis Hakim dalam amar putusannya menilai bahwa perbuatan terdakwa telah menyalahi norma agama, moral, dan hukum, serta menimbulkan trauma mendalam bagi korban.
“Terdakwa dihukum pidana penjara 10 tahun dan denda 1 M rupiah, subsidair 4 Bulan kurungan, karena terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan,” ujar Ketua Majelis Hakim, tanpa menyebutkan detail lebih lanjut untuk melindungi privasi korban.
Kuasa hukum terdakwa Firma Hukum Samarabumi, menyatakan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya dalam waktu tujuh hari ke depan.
Sementara itu, keluarga korban melalui kuasa hukumnya menyambut baik vonis tersebut sebagai bentuk keadilan restoratif.
“Kami berharap putusan ini menjadi pelajaran bagi para pengasuh pesantren untuk lebih bertanggung jawab atas amanah yang diemban,” kata salah satu Kuasa Hukum korban usai sidang.
Kasus ini mencuat setelah dua santri lain juga mengaku menjadi korban serupa, meskipun persidangan kali ini hanya memfokuskan pada satu korban utama.
Polres Ngawi sebelumnya menyatakan bahwa proses hukum akan ditindaklanjuti secara tuntas sesuai prosedur.
Hingga kini, pondok pesantren yang dipimpin AUR tetap beroperasi di bawah pengawasan sementara dari Kementerian Agama Kabupaten Ngawi.
Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan keagamaan seperti ini terus menjadi sorotan publik, dengan Direktorat Rehabilitasi Sosial Kemensos mencatat peningkatan laporan sepanjang 2025.
Para Kyai di Kabupaten Ngawi menekankan pentingnya pengawasan ketat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.(tim)