Pendawa || Bojonegoro, Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Desa Wotanngare, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur dikeluhkan warga setempat. Pekerjaan yang berlokasi di samping gapura Angkling Darmo tersebut dinilai tidak sesuai standar dan diduga minim pengawasan teknis dari pihak terkait.
Dari hasil pantauan tim media di lapangan, tidak terlihat adanya konsultan pengawas saat proses pengecoran berlangsung. Padahal, kehadiran pengawas teknis merupakan kewajiban mutlak dalam setiap tahapan proyek infrastruktur guna memastikan kualitas dan keselamatan pekerjaan.
Selain itu, ditemukan pula dugaan penyimpangan pada material yang digunakan. Besi setros yang terpasang di beberapa titik hanya batangan besi panjang 80 Cm ditancapkan ke tanah tanpa besi begel, kemudian di timbun dengan pasir yang dilapisi semen. Bahkan, beberapa titik setros tanpa dilakukan pengeboran. Padahal sesuai keterangan pekerja di lokasi, bahwa setandar kedalam setros minimal 2,5 meter.
Seorang warga Wotanngare yang enggan disebutkan namanya mengaku khawatir atas kondisi pembangunan proyek TPT yang terkesan asal-asalan. Bahkan bekas tanah galian malah dibiarkan di jalan raya yang mengganggu pengguna jalan, kalau dibiarkan begitu terus tanpa ada pengamanan akan berpotensi menimbulkan kecelakaan pengguna jalan.
“Pengecorannya dilakukan asal asalan, mas. Dicor hanya menggunakan campuran pasir yang dilapisi semen tanpa diaduk. Padahal ada molen, tapi tidak digunakan. Kalau tidak diperbaiki dengan benar, bisa-bisa ambruk,” ujar warga Wotanngare di lokasi, Jumat (22/08/2025).
Tidak hanya soal teknis, proyek TPT Wotanngare ini juga tidak ada papan informasi kegiatan. Padahal, sesuai regulasi, setiap pekerjaan fisik yang dibiayai oleh negara wajib mencantumkan papan proyek. Hal ini melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas publik sebagaimana diatur dalam: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 3 dan 9. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 6 huruf f dan Pasal 19.
Dengan tidak adanya informasi mengenai nilai kontrak, jangka waktu pelaksanaan, maupun CV pelaksana, masyarakat menjadi buta terhadap detail kegiatan yang sedang berlangsung. Hal ini membuka peluang terjadinya penyimpangan dalam proses pelaksanaan proyek.
Warga dan pemerhati pembangunan sudah menyampaikan hal ini ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bojonegoro untuk segera turun tangan. Penegakan aturan secara tegas diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaksana proyek yang tidak taat pada regulasi teknis maupun administrasi.
Menurut info warga sekitar, pada Sabtu 23/08/2025 lalu, pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bojonegoro mendatangi lokasi TPT setelah mendapat info dari tim media, kemudian pihak pelaksana proyek mencabuti besi-besi setros yang ditancapkan untuk dilakukan pengeboran dan perbaikan.
“Kami berharap ada evaluasi menyeluruh, tidak hanya proyek-proyek yang sudah ditemukan penyimpangan. Jangan sampai anggaran negara justru menghasilkan bangunan yang tidak layak dan membahayakan masyarakat,” ujar salah satu warga desa.
“Lebih lanjut warga meminta agar pemborong yang sudah terindikasi untuk melakukan kecurangan agar di putus kontrak.Pintanya”(tim)